TUGAS BAKTERIOLOGI
Salmonella typhi
Oleh:
Novasari .D
Harni
Rismawati
Arnold
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Prodi D-III Analis Kesehatan
Mega Rezky
Makassar
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha kuasa,karena atas berkat dan rahmatnya sehingga kami
selaku penyusun dapat menyelesaikan tugas dalam kurun waktu yang sudah
ditentukan, dengan baik.
Kami
selaku Penyusun sangat menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Dengan demikian, kami sangat mengharapkan masukan dan saran dari pembaca maupun
pembimbing,sehingga kedepanya kami mampu menyusun makala lebih baik dari
sebelumnya.
Semoga
makala ini bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya,sekian dan Terima
kasih.
Makassar,
juni 2012
Penyusun
Salmonella
Genus Salmonella lebih
kompleks dan terdiri dari bermacam-macam grup. Salmonella dapat menyebabkan
infeksi pada manusia dan hewan,dapat menyerang jaringan eksternal intestinal.
Menyebabkan demam interik. Keadaan yang paling parah berupa demam typhoid.
Genus Salmonella umumnya
bergerak dengan flagella yang peritrika dan ada juga bentuk-bentuk yang tidak
bergerak.
Ada yang membentuk
(fermentasi) asam saja atau asam dan gas pada glukosa. Maltose,manitol dan
tidak membentuk laktosa dan sukrosa tidak membentuk indol.
Salmonella mempunyai spesies
paling banyak dan tipe antigen lebih dari 1500.karena itu untuk klasifikasi
salmonella didasarkan pada susunan antigennya.
Salmonella dibagi kedalam 3
golongan.
a.Bersifat patogen terhadap
manusia,
Misalnya : Salmonella typhi
Salmonella
paratyphi
Salmonella
schottmelleri dan
Salmonella
hirsfeldi.
Keempat Salmonella ini dapat
bergerak.
b.Bersifat patogen terhadap
hewan,Burung dan manusia
Misalnya : Salmonella dublin
Salmonella
typhimurium
Salmonella
cholera suis dan
Salmonella
enteridis
Semua Salmonella diatas
tidak dapat bergerak
c.Bersifat patogen terhadap
hewan dan burung.
Misalnya : Salmonella galinarum
Salmonella
polorum
Semua Salmonella diatas
tidak dapat bergerak.
Bakteri Salmonella sp. adalah bakteri bentuk batang, gram
negatif, hidup dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan (Julius, 1990). Salmonella
sp. yang masuk bersama makanan dan minuman yang tercemar akan menyebabkan
demam enterik (Jawezt et al, 2008). Demam enterik dapat di kelompokan
menjadi dua yaitu demam tifoid atau tipus (typhus) yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi (S. typhi), sedangkan demam paratifoid
disebabkan oleh bakteri Salmonella paratyphi A, B, dan C (S.
paratyphi A, B, dan C) (Widiyono, 2008).
Gejala
dan tanda klinis keduanya sama yang paling menonjol adalah demam lebih dari
tujuh hari. Demam ini juga ditandai gejala tidak khas lainnya seperti diare,
batuk, dan pusing, namun gejala demam paratifoid lebih ringan dari pada demam
tifoid (Widiyono, 2008). Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik,
bersifat endemis dan merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Terutama dari
golongan masyarakat dengan standar hidup dan kebersihannya rendah (Muliawan et
al, 1999).
Kejadian
penyakit demam tifoid di Indonesia cenderung meningkat. Sub Direktorat
Surveilans Departemen Kesehatan tahun 1990-1994 melaporkan demam tifoid
rata-rata 395 kasus per 10.000 penduduk sedangkan dari Rumah Sakit dan Pusat
Kesehatan data penyakit demam tifoid juga meningkat dari 92 kasus pada tahun
1994 menjadi 125 kasus pada tahun 1996 per 100.000 penduduk. Angka kematian
demam tifoid di beberapa daerah adalah 2-5%. Untuk itu diagnosis dini demam
tifoid perlu segera ditegakkan (Muliawan et al, 1999).
Diagnosis
pasti demam tifoid adalah isolasi dan identifikasi bakteri S. typhi dari
darah, urin, feses, atau cairan tubuh lainnya. Tetapi pemeriksaan laboratorium
untuk mendiagnosa demam tifoid yang sering dipakai adalah pemeriksaan serologi
widal, meskipun kurang dapat dipercaya, karena mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas rendah (Muliawan et al, 1999).
Klasifikasi
dan morfologi
Salmonella
sp. merupakan kingdom Bacteria, phylum Proteobacteria,
class Gamma Proteobacteria, ordo Enterobacteriales, Salmonella sp.
family dari Enterobacteriaceae, genus Salmonella dan species
yaitu e.g. S. enteric (Todar, 2008).
Salmonella
sp. pertama ditemukan (diamati) pada penderita demam
tifoid pada tahun 1880 oleh Eberth dan dibenarkan oleh Robert Koch dalam
budidaya bakteri pada tahun 1881 (Todar, 2008). Salmonella sp. adalah
bakteri bentuk batang, pada pengecatan gram berwarna merah muda (gram negatif).
Salmonella sp. berukuran 2 μ sampai 4 μ × 0;6 μ,
mempunyai flagel (kecuali S. gallinarum dan S. pullorum), dan
tidak berspora (Julius, 1990). Habitat Salmonella sp. adalah di saluran
pencernaan (usus halus) manusia dan hewan. Suhu optimum pertumbuhan Salmonella
sp. ialah 37oC dan pada pH 6-8 (Julius, 1990).
Dalam
skema kauffman dan white tatanama Salmonella sp. di kelompokkan
berdasarkan antigen atau DNA yaitu kelompok I enteric, II salamae, IIIa
arizonae, IIIb houtenae, IV diarizonae, V bongori, dan
VI indica. Komposisi dasar DNA Salmonella sp adalah 50-52 mol%
G+C, mirip dengan Escherichia, Shigella, dan Citrobacter (Todar,
2008). Namun klasifikasi atau penggunaan tatanama yang sering dipakai pada Salmonella
sp. berdasarkan epidemiologi, jenis inang, dan jenis struktur antigen
(misalnya S.typhi, S .thipirium). Jenis atau spesies Salmonella sp.
yang utama adalah S. typhi (satu serotipe), S. choleraesuis, dan S.
enteritidis (lebih dari 1500 serotipe). Sedangkang spesies S. paratyphi
A, S. paratyphi B, S. paratyphi C termasuk dalam S.
enteritidis (Jawezt et al, 2008).
Struktur
Antigen
Salmonella
sp. mempunyai tiga macam antigen utama untuk
diagnostik atau mengidentifikasi yaitu : somatik antigen (O), antigen flagel
(H) dan antigen Vi (kasul) (Todar, 2008). Antigen O (Cell Wall Antigens )
merupakan kompleks fosfolipid protein polisakarida yang tahan panas
(termostabil), dan alkohol asam (Julius, 1990). Antibodi yang dibentuk adalah
IgM (Karsinah et al, 1994). Namun antigen O kurang imunogenik dan
aglutinasi berlangsung lambat (Julius, 1990). Maka kurang bagus untuk
pemeriksaan serologi karena terdapat 67 faktor antigen, tiap-tiap spesies
memiliki beberapa faktor (Todar, 2008). Oleh karena itu titer antibodi O
sesudah infeksi lebih rendah dari pada antibodi H (Julius, 1990).
Antigen
H pada Salmonella sp. dibagi dalam 2 fase yaitu fase I : spesifik dan
fase II : non spesifik. Antigen H adalah protein yang tidak tahan panas
(termolabil), dapat dirusak dengan pemanasan di atas 60ºC dan alkohol asam
(Karsinah et al, 1994). Antigen H sangat imunogenik dan antibodi yang
dibentuk adalah IgG (Julius, 1990). Sedangkan Antigen Vi adalah polimer dari
polisakarida yang bersifat asam. Terdapat dibagian paling luar dari badan kuman
bersifai termolabil. Dapat dirusak dengan pemanasan 60oC selama 1 jam. Kuman
yang mempunyai antigen Vi bersifat virulens pada hewan dan mausia. Antigen Vi
juga menentukan kepekaan terhadap bakteriofaga dan dalam laboratorium
sangat berguna untuk diagnosis cepat kuman S. typhi (Karsinah et al,
1994). Adanya antigen Vi menunjukkan individu yang bersangkutan
merupakan pembawa kuman (carrier) (Julius, 1990).
Sifat
Biokimia
Salmonella
sp. bersifat aerob dan anaerob falkultatif,
pertumbuhan Salmonella sp. pada suhu 37oC dan pada pH 6-8. Salmonella
sp. memiliki flagel jadi pada uji motilitas hasilnya positif , pada media
BAP (Blood Agar Plate) menyebabkan hemolisis. Pada media MC (Mac
Conkay) tidak memfermentasi laktosa atau disebut Non Laktosa Fermenter (NLF)
tapi Salmonella sp. memfermentasi glukosa , manitol dan maltosa disertai
pembentukan asam dan gas kecuali S. typhi yang tidak menghasikkan gas.
Kemudian pada media indol negatif, MR positif, Vp negatif dan sitrat
kemungkinan positif. Tidak menghidrolisiskan urea dan menghasilkan H2S
(Julius,1990).
Patogenitas
Salmonellosis
adalah istilah yang menunjukkan adanya infeksi Salmonella
sp. Manifestasi klinik Salmonellosis pada manusia ada 4 sindrom
yaitu :
1. Gastroenteritis atau keracunan makanan
merupakan infeksi usus dan tidak ditemukan toksin sebelumnya (Karsinah et al,
1994). Terjadi karena menelan makanan yang tercemar Salmonella sp.
misalnya daging dan telur (Julius,1990). Masa inkubasinya 8-48 jam, gejalanya
mual, sakit kepala, muntah, diare hebat, dan terdapat darah dalam tinja.
Terjadi demam ringan yang akan sembuh dalam 2-3 hari. Bakterimia jarang terjadi
pada penderita (2-4%) kecuali pada penderita yang kekebalan tubuhnya kurang
(Jawezt et al, 2008).
2.
Demam tifoid yang disebabkan oleh S.
typhi, dan demam paratifoid disebabkan S paratyphi A, B, dan C.
Kuman yang masuk melalui mulut masuk kedalam lambung untuk mencapai usus halus,
lalu ke kelenjar getah bening. Kemudian memasuki ductus thoracicus.
Kemudian kuman masuk dalam saluran darah (bacterimia) timbul gejala dan sampai
ke hati, limpa, sumsum tulang, ginjal dan lain-lain. Selanjutnya di organ tubuh
tersebut Samonella sp. berkembang biak (Julius,1990).
3.
Bakterimia (septikimia) dapat
ditemukan pada demam tifoid dan infeksi Salmonella non-typhi. Adanya Salmonella
dalam darah beresiko tinggi terjadinya infeksi. Gejala yang menonjol adalah
panas dan bakterimia intermiten (Karsinah et al, 1994) . Dan timbul
kelainan-kelainan local pada bagian tubuh misalnya osteomielitis, pneumonia,
abses paru-paru, meningitis dan lain-lain. Penyakit ini tidak menyerang usus
dan biakan tinjanya negatif (Julius,1990).
4. Carier yang asomatik adalah semua individu yang terinfeksi Salmonella
sp. akan mengekskresi kuman dalam tinja untuk jangka waktu yang bervariasi
disebut carrier convalesent, jika dalam 2-3 bulan penderita tidak lagi
mengekskresi Salmonella. Dan jika dalam 1 tahun penderita masih mengekskresi
Salmonella disebut carrier kronik (Karsinah et al, 1994).
Demam
Tipoid
Demam
tipoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan disebabkan oleh S. typhi.
Demam pararifoid adalah penyakit sejenis yang disebabkan oleh S.
paratyphi A, B dan C keduanya termasuk demam enterik. Gejala
keduanya sama namun demam paratifoid lebih ringan (Widoyono,2008).
Sejarah
demam tifoid pada tahun 1813 Breteneu pertama kali melaporkan tetang klinis dan
anatomis demam tifoid. Kemudian Cornwalls Hewett (1826) melaporkan perubahan
patologisnya. Selanjutnya seorang ilmuan dari prancis bernama Piere Louis
(1829) memberikan nama typhos berasal dari bahasa yunani yang artinya
asap (kabut) karena penderita sering disertai gangguan kesadaran dari yang
ringan sampai berat (Rampengan,1993).
Demam
tifoid penularannya melalui air dan makanan dinyatakan oleh Gaffky dan berhasil
membiakan S. typhi pada media kultur pada tahun 1884 (Widoyono,2008).
Selanjutnya seorang ilmuan bernama A.pfeifer berhasil menemukan Salmonella sp.
di feses penderita, kemudian pada urin oleh Hueppe dan dalam darah oleh R.Neuhausss.
Pada waktu bersamaan Widal (1896) berhasil memperkenalkan diagnosis demam
tifoid (Rampengan,1993).
Patogenesis
dan Gejala Klinik
Demam
tifoid disebabkan oleh S. typhi, dan demam paratifoid disebabkan S
paratyphi A, B, dan C. Kuman yang masuk melalui mulut masuk kedalam
lambung kemudian ke usus halus di bagian proksimal. Melakukan penetrasi kedalam
sel epitel mukosa, selanjutnya masuk ke kelenjar getah bening regional
mesentrium dan terjadi bakterimia. S. typhi sampai ke hati, limpa,
sum-sum tulang dan gijal. Di organ-organ tersebut S. typhi difagositosis
dan disini S. typhi memperbanyak diri tidak terpengaruh oleh antibodi
pada penderita. Setelah periode multiplikasi intraseluler, organisme akan
dilepaskan lagi ke aliran darah (bakterimia kedua) menyebabkan panas tinggi. S.
typhi bila masuk ke kantung empedu dan plaque Peyer akan terjadi radang.
Maka terjadi nekrosis jaringan secara klinik ditandai kholesistis nekrotikans
dan pendarahan. Diagnosis kultur tinja akan positif dan menyababkan carrier kronik.
Masa
inkubasi demam tifoid umumnya 1-2 minggu paling singkat 3 hari dan paling lama
2 bulan. Gejalanya demam tinggi pada minggu ke-2 dan ke-3. Gejala lain yang
sering ditemukan nyeri otot, sakit kepela, batuk dan lain-lain. Selain itu
dapat dijumpai adanya bradikardia relatif, pembesaran hati dan limpa, bintik
Rose sekitar umbilikus. Kemudian terjadi komplikasi antar lain hepatitis dan
pendarahan pada usus. Terjadi setelah 1-3 minggu setelah pengobatan dihentikan
(Karsinah et al, 1994).
Diagnosis Demam Tifoid
Diagnosis demam tifoid ada beberapa metode yaitu diagnosis klinik,
diagnosis mikrobiolgik (kultur) dan diagnosis serologik. Yang merupakan
pemeriksaan atau diagnosis gold standart demam tifoid dengan diagnosis
mikrobiologik yaitu kultur darah, faeses, urin dan sum-sum tulang penderita
demam tifoid (Karsinah et al, 1994). Berikut beberapa pemeriksaan
laboratorium :
a. Pemeriksaan Mikrobiologi (kultur)
Metode
diagnosis mikrobiologik atau kultur merupakan gold standart untuk diagnosis
demam tifoid. Spesifikasinya lebih dari 90% pada penderita yang belum diobati,
kultur darahnya positif pada minngu pertama. Jika sudah diobati hasil positif
menjadi 40% namun pada kultur sum-sum tulang hasil positif tinggi 90%. Pada
minggu selanjutnya kultur tinja dan urin meningkat yaitu 85% dan 25%,
berturut-turut positif pada minggu ke-3 dan ke-4. Selama 3 bulan kultur tinja
dapat positif kira-kira 3% karena penderita tersebut termasuk carrier kronik.
Carrier kronik sering terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak dan lebih
sering pada wanita daripada laki-laki (Karsinah et al., 1994).
b. Pemeriksaan Klinik (darah)
a. Hitung lekosit total pada demam tifoid menunjukkan
lekopenia, kemungkinan 3.000 sampai 8.000 per mm kubik.
b. Hitung jenis lekosit : Kemungkinan limfositosis dan
monositosis (Julius,1990) .
c. Pemeriksaan Serologi
1.
Widal test
Merupakan
uji yang medeteksi anti bodi penderita yang timbul pada minggu pertama. Uji ini
mengukur adanya antibodi yang ditimbulkan oleh antigen O dan H pada Salmonella
sp. (Julius, 1990). Hasil bermakna jika hasil titer O dan H yaitu 1:160
atau lebih (Jawezt et al, 2008). Sebagian besar rumah sakit di Indonesia
menggunakan uji widal untuk mendiagnosis demam tifoid (Muliawan et al,
1999)
2.
IDL Tubex® test
Tubex®
test pemeriksaan yang sederhana dan cepat. Prinsip pemeriksaannya adalah
mendeteksi antibodi pada penderita. Serum yang dicampur 1 menit dengan larutan
A. Kemudian 2 tetes larutan B dicampur selama 12 menit. Tabung ditempelkan pada
magnet khusus. Kemudian pembacaan hasil didasarkan pada warna akibat ikatan
antigen dan antibodi. Yang akan menimbulkan warna dan disamakan dengan warna
pada magnet khusus (WHO, 2003).
3.
Typhidot® test
Uji
serologi ini untuk mendeteksi adanya IgG dan IgM yang spesifik untuk S.
typhi. Uji ini lebih baik dari pada uji Widal dan merupakan uji Enzyme
Immuno Assay (EIA) ketegasan (75%), kepekaan (95%). Studi evaluasi juga
menunjukkan Typhidot-M® lebih baik dari pada metoda kultur. Walaupun
kultur merupakan pemeriksaan gold standar. Perbandingan kepekaan Typhidot-M®
dan metode kultur adalah >93%. Typhidot-M® sangat bermanfaat
untuk diagnosis cepat di daerah endemis demam tifoid (WHO, 2003).
5.
IgM dipstick test
Pengujian
IgM dipstick test demam tifoid dengan mendeteksi adanya antibodi yang
dibentuk karena infeksi S. typhi dalam serum penderita. Pemeriksaan IgM dipstick
dapat menggunakan serum dengan perbandingan 1:50 dan darah 1 : 25.
Selanjutnya diinkubasi 3 jam pada suhu kamar. Kemudian dibilas dengan air
biarkan kering.. Hasil dibaca jika ada warna berarti positif dan Hasil negatif
jika tidak ada warna. Interpretasi hasil 1+, 2+, 3+ atau 4+ jika positif lemah
(WHO, 2003).
Epidemiologi
Demam Tifoid
Demam
tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik, bersifat endemis dan merupakan
masalah kesehatan di Negara berkembang seperti di Indonesia. Terutama dari
golongan masyarakat dengan standar hidup dan kebersihannya rendah (Muliawan et
al, 1999). Angka kejadian demam tifoid di Indonesia masih sangat tinggi
berkisar 0,7% sampai1% menurut data Depkes tahun 1985 (Karsinah et al,
1994).
Makanan
dan minuman yang terkontaminasi merupakan transmisi Salmonella sp
khususnya S. typhi, carrier pada manusia adalah sumber infeksi. S.
typhi bias berada di air, es, debu, sampah kering, dan bila masuk kedalam vehicle
yang cocok misalnya daging, kerang dan sebagainya. S. typhi akan
berkembangbiak mencapai dosis infektif. Maka perlu diperhatikan faktor
kebersihan lingkungan, pembuangan sampah, cara memasak air dan bahan makanan
secara benar untuk pencegahan Salmonellosis terutama demam tifoid (Karsinah et
al, 1994)
.
Komplikasi
Sebagian
besar penderita mengalami penyembuhan sempurna, tetapi bisa terjadi komplikasi,
terutama pada penderita yang tidak diobati atau bila pengobatannya terlambat :
- Banyak penderita yang mengalami perdarahan usus; sekitar 2% mengalami perdarahan hebat. Biasanya perdarahan terjadi pada minggu ketiga.
- Perforasi usus terjadi pada 1-2% penderita dan menyebabkan nyeri perut yang hebat karena isi usus menginfeksi ronga perut (peritonitis).
- Pneumonia bisa terjadi pada minggu kedua atau ketiga dan biasanya terjadi akibat infeksi pneumokokus (meskipun bakteri tifoid juga bisa menyebabkan pneumonia).
- Infeksi kandung kemih dan hati.
- Infeksi darah (bakteremia) kadang menyebabkan terjadinya infeksi tulang (osteomielitis), infeksi katup jantung (endokarditis), infeksi selaput otak (meningitis), infeksi ginjal (glomerulitis) atau infeksi saluran kemih-kelamin.
Pada
sekitar 10% kasus yang tidak diobati, gejala-gejala infeksi awal kembali timbul
dalam waktu 2 minggu setelah demam mereda.
Cara penularan
penyakit.
Dapat terjadi :
* melalui air untuk kepentingan rumah tangga yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
*Daging,telur dan susu yang berasal dari hewan sakit yang di masak kurang matang.
*makanan & minuman yang berhubungan dengan binatang yang mengandung bakteri salmonella typhi seperti lalat,tikus,kucing dan ayam.
Dapat terjadi :
* melalui air untuk kepentingan rumah tangga yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
*Daging,telur dan susu yang berasal dari hewan sakit yang di masak kurang matang.
*makanan & minuman yang berhubungan dengan binatang yang mengandung bakteri salmonella typhi seperti lalat,tikus,kucing dan ayam.
PENGOBATAN
Dengan
antibiotik yang tepat, lebih dari 99% penderita dapat disembuhkan.
Antibiotik
yang banyak digunakan adalah kloramfenikol Kadang makanan diberikan melalui
infus sampai penderita dapat mencerna makanan.
Jika
terjadi perforasi usus, diberikan antibiotik berspektrum luas (karena berbagai
jenis bakteri akan masuk ke dalam rongga perut) dan mungkin perlu dilakukan
pembedahan untuk memperbaiki atau mengangkat bagian usus yang mengalami
perforasi.
Pencegahan
Vaksin
tifus per-oral (ditelan) memberikan perlindungan sebesar 70%, namun vaksin ini
hanya diberikan kepada orang-orang yang telah terpapar oleh bakteri Salmonella
typhi dan orang-orang yang memiliki resiko tinggi (termasuk petugas
laboratorium dan para pelancong).
Hindari
makan sayuran mentah dan makanan lainnya yang disajikan atau disimpan di dalam
suhu ruangan dan pilih makanan yang masih panas atau makanan yang dibekukan,
minuman kaleng dan buah berkulit yang bisa dikupas.
KESIMPULAN
Bakteri
Salmonella sp. adalah bakteri bentuk batang, gram negatif, hidup dalam
saluran pencernaan manusia maupun hewan (Julius, 1990). Salmonella sp.
yang masuk bersama makanan dan minuman yang tercemar akan menyebabkan demam
enterik (Jawezt et al, 2008). Demam enterik dapat di kelompokan menjadi
dua yaitu demam tifoid atau tipus (typhus) yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi (S. typhi), sedangkan demam paratifoid disebabkan oleh bakteri
Salmonella paratyphi A, B, dan C (S. paratyphi A, B, dan C)
.
DAFTAR PUSTAKA
Mikrobiologi dan
parasitologi, dr indan enjang,bandung 2001.penerbit PT Citra aditya bakti
Buku penuntun mikrobiologi
SMK Terpadu Mega Rezky Makassar
Buku penuntun mikrobiologi
Sekolah menengah analis kimia Makassar
Addy Fatmawati,S.Si, Mkes;
Dr Andi Tendri pada Mikrobiologi
Jawertz dan
Adelberg,Mikrobiologi kedokteran edisi 1
Jawertz dan
Adelberg,Mikrobiologi kedokteran edisi 20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar