Minggu, 17 Juni 2012

tugas bakteriologi


TUGAS BAKTERIOLOGI
Salmonella typhi
Oleh:
Novasari .D
Harni
Rismawati
Arnold
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Prodi D-III Analis Kesehatan
Mega Rezky
Makassar


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha kuasa,karena  atas berkat dan rahmatnya sehingga kami selaku penyusun dapat menyelesaikan tugas dalam kurun waktu yang sudah ditentukan, dengan  baik.
Kami selaku Penyusun sangat menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Dengan demikian, kami sangat mengharapkan masukan dan saran dari pembaca maupun pembimbing,sehingga kedepanya kami mampu menyusun makala lebih baik dari sebelumnya.
Semoga makala ini bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya,sekian dan Terima kasih.

Makassar,   juni  2012

Penyusun



Salmonella
Genus Salmonella lebih kompleks dan terdiri dari bermacam-macam grup. Salmonella dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan,dapat menyerang jaringan eksternal intestinal. Menyebabkan demam interik. Keadaan yang paling parah berupa demam typhoid.
Genus Salmonella umumnya bergerak dengan flagella yang peritrika dan ada juga bentuk-bentuk yang tidak bergerak.
Ada yang membentuk (fermentasi) asam saja atau asam dan gas pada glukosa. Maltose,manitol dan tidak membentuk laktosa dan sukrosa tidak membentuk indol.
Salmonella mempunyai spesies paling banyak dan tipe antigen lebih dari 1500.karena itu untuk klasifikasi salmonella didasarkan pada susunan antigennya.
Salmonella dibagi kedalam 3 golongan.
a.Bersifat patogen terhadap manusia,
Misalnya :      Salmonella typhi
Salmonella paratyphi
Salmonella schottmelleri dan
Salmonella hirsfeldi.
Keempat Salmonella ini dapat bergerak.
b.Bersifat patogen terhadap hewan,Burung dan manusia
Misalnya :      Salmonella dublin
Salmonella typhimurium
Salmonella cholera suis dan
Salmonella enteridis
Semua Salmonella diatas tidak dapat bergerak
c.Bersifat patogen terhadap hewan dan burung.
Misalnya :      Salmonella galinarum
Salmonella polorum
Semua Salmonella diatas tidak dapat bergerak.

Bakteri Salmonella sp. adalah bakteri bentuk batang, gram negatif, hidup dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan (Julius, 1990). Salmonella sp. yang masuk bersama makanan dan minuman yang tercemar akan menyebabkan demam enterik (Jawezt et al, 2008). Demam enterik dapat di kelompokan menjadi dua yaitu demam tifoid atau tipus (typhus) yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi (S. typhi), sedangkan demam paratifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella paratyphi A, B, dan C (S. paratyphi A, B, dan C) (Widiyono, 2008).
Gejala dan tanda klinis keduanya sama yang paling menonjol adalah demam lebih dari tujuh hari. Demam ini juga ditandai gejala tidak khas lainnya seperti diare, batuk, dan pusing, namun gejala demam paratifoid lebih ringan dari pada demam tifoid (Widiyono, 2008). Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik, bersifat endemis dan merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Terutama dari golongan masyarakat dengan standar hidup dan kebersihannya rendah (Muliawan et al, 1999).
Kejadian penyakit demam tifoid di Indonesia cenderung meningkat. Sub Direktorat Surveilans Departemen Kesehatan tahun 1990-1994 melaporkan demam tifoid rata-rata 395 kasus per 10.000 penduduk sedangkan dari Rumah Sakit dan Pusat Kesehatan data penyakit demam tifoid juga meningkat dari 92 kasus pada tahun 1994 menjadi 125 kasus pada tahun 1996 per 100.000 penduduk. Angka kematian demam tifoid di beberapa daerah adalah 2-5%. Untuk itu diagnosis dini demam tifoid perlu segera ditegakkan (Muliawan et al, 1999).
Diagnosis pasti demam tifoid adalah isolasi dan identifikasi bakteri S. typhi dari darah, urin, feses, atau cairan tubuh lainnya. Tetapi pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa demam tifoid yang sering dipakai adalah pemeriksaan serologi widal, meskipun kurang dapat dipercaya, karena mempunyai sensitivitas dan spesifisitas rendah (Muliawan et al, 1999).










Klasifikasi dan morfologi

Salmonella sp. merupakan kingdom Bacteria, phylum Proteobacteria, class Gamma Proteobacteria, ordo Enterobacteriales, Salmonella sp. family dari Enterobacteriaceae, genus Salmonella dan species yaitu e.g. S. enteric (Todar, 2008).

Salmonella sp. pertama ditemukan (diamati) pada penderita demam tifoid pada tahun 1880 oleh Eberth dan dibenarkan oleh Robert Koch dalam budidaya bakteri pada tahun 1881 (Todar, 2008). Salmonella sp. adalah bakteri bentuk batang, pada pengecatan gram berwarna merah muda (gram negatif). Salmonella sp. berukuran 2 μ sampai 4 μ × 0;6 μ, mempunyai flagel (kecuali S. gallinarum dan S. pullorum), dan tidak berspora (Julius, 1990). Habitat Salmonella sp. adalah di saluran pencernaan (usus halus) manusia dan hewan. Suhu optimum pertumbuhan Salmonella sp. ialah 37oC dan pada pH 6-8 (Julius, 1990).
Dalam skema kauffman dan white tatanama Salmonella sp. di kelompokkan berdasarkan antigen atau DNA yaitu kelompok I enteric, II salamae, IIIa arizonae, IIIb houtenae, IV diarizonae, V bongori, dan VI indica. Komposisi dasar DNA Salmonella sp adalah 50-52 mol% G+C, mirip dengan Escherichia, Shigella, dan Citrobacter (Todar, 2008). Namun klasifikasi atau penggunaan tatanama yang sering dipakai pada Salmonella sp. berdasarkan epidemiologi, jenis inang, dan jenis struktur antigen (misalnya S.typhi, S .thipirium). Jenis atau spesies Salmonella sp. yang utama adalah S. typhi (satu serotipe), S. choleraesuis, dan S. enteritidis (lebih dari 1500 serotipe). Sedangkang spesies S. paratyphi A, S. paratyphi B, S. paratyphi C termasuk dalam S. enteritidis (Jawezt et al, 2008).


Struktur Antigen

Salmonella sp. mempunyai tiga macam antigen utama untuk diagnostik atau mengidentifikasi yaitu : somatik antigen (O), antigen flagel (H) dan antigen Vi (kasul) (Todar, 2008). Antigen O (Cell Wall Antigens ) merupakan kompleks fosfolipid protein polisakarida yang tahan panas (termostabil), dan alkohol asam (Julius, 1990). Antibodi yang dibentuk adalah IgM (Karsinah et al, 1994). Namun antigen O kurang imunogenik dan aglutinasi berlangsung lambat (Julius, 1990). Maka kurang bagus untuk pemeriksaan serologi karena terdapat 67 faktor antigen, tiap-tiap spesies memiliki beberapa faktor (Todar, 2008). Oleh karena itu titer antibodi O sesudah infeksi lebih rendah dari pada antibodi H (Julius, 1990).
Antigen H pada Salmonella sp. dibagi dalam 2 fase yaitu fase I : spesifik dan fase II : non spesifik. Antigen H adalah protein yang tidak tahan panas (termolabil), dapat dirusak dengan pemanasan di atas 60ºC dan alkohol asam (Karsinah et al, 1994). Antigen H sangat imunogenik dan antibodi yang dibentuk adalah IgG (Julius, 1990). Sedangkan Antigen Vi adalah polimer dari polisakarida yang bersifat asam. Terdapat dibagian paling luar dari badan kuman bersifai termolabil. Dapat dirusak dengan pemanasan 60oC selama 1 jam. Kuman yang mempunyai antigen Vi bersifat virulens pada hewan dan mausia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan terhadap bakteriofaga dan dalam laboratorium sangat berguna untuk diagnosis cepat kuman S. typhi (Karsinah et al, 1994). Adanya antigen Vi menunjukkan individu yang bersangkutan merupakan pembawa kuman (carrier) (Julius, 1990).




Sifat Biokimia

Salmonella sp. bersifat aerob dan anaerob falkultatif, pertumbuhan Salmonella sp. pada suhu 37oC dan pada pH 6-8. Salmonella sp. memiliki flagel jadi pada uji motilitas hasilnya positif , pada media BAP (Blood Agar Plate) menyebabkan hemolisis. Pada media MC (Mac Conkay) tidak memfermentasi laktosa atau disebut Non Laktosa Fermenter (NLF) tapi Salmonella sp. memfermentasi glukosa , manitol dan maltosa disertai pembentukan asam dan gas kecuali S. typhi yang tidak menghasikkan gas. Kemudian pada media indol negatif, MR positif, Vp negatif dan sitrat kemungkinan positif. Tidak menghidrolisiskan urea dan menghasilkan H2S (Julius,1990).


















 Patogenitas

Salmonellosis adalah istilah yang menunjukkan adanya infeksi Salmonella sp. Manifestasi klinik Salmonellosis pada manusia ada 4 sindrom yaitu :

1.    Gastroenteritis atau keracunan makanan merupakan infeksi usus dan tidak ditemukan toksin sebelumnya (Karsinah et al, 1994). Terjadi karena menelan makanan yang tercemar Salmonella sp. misalnya daging dan telur (Julius,1990). Masa inkubasinya 8-48 jam, gejalanya mual, sakit kepala, muntah, diare hebat, dan terdapat darah dalam tinja. Terjadi demam ringan yang akan sembuh dalam 2-3 hari. Bakterimia jarang terjadi pada penderita (2-4%) kecuali pada penderita yang kekebalan tubuhnya kurang (Jawezt et al, 2008).

2.    Demam tifoid yang disebabkan oleh S. typhi, dan demam paratifoid disebabkan S paratyphi A, B, dan C. Kuman yang masuk melalui mulut masuk kedalam lambung untuk mencapai usus halus, lalu ke kelenjar getah bening. Kemudian memasuki ductus thoracicus. Kemudian kuman masuk dalam saluran darah (bacterimia) timbul gejala dan sampai ke hati, limpa, sumsum tulang, ginjal dan lain-lain. Selanjutnya di organ tubuh tersebut Samonella sp. berkembang biak (Julius,1990).
3.    Bakterimia (septikimia) dapat ditemukan pada demam tifoid dan infeksi Salmonella non-typhi. Adanya Salmonella dalam darah beresiko tinggi terjadinya infeksi. Gejala yang menonjol adalah panas dan bakterimia intermiten (Karsinah et al, 1994) . Dan timbul kelainan-kelainan local pada bagian tubuh misalnya osteomielitis, pneumonia, abses paru-paru, meningitis dan lain-lain. Penyakit ini tidak menyerang usus dan biakan tinjanya negatif (Julius,1990).
4.    Carier yang asomatik adalah semua individu yang terinfeksi Salmonella sp. akan mengekskresi kuman dalam tinja untuk jangka waktu yang bervariasi disebut carrier convalesent, jika dalam 2-3 bulan penderita tidak lagi mengekskresi Salmonella. Dan jika dalam 1 tahun penderita masih mengekskresi Salmonella disebut carrier kronik (Karsinah et al, 1994).




















Demam Tipoid

Demam tipoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan disebabkan oleh S. typhi. Demam pararifoid adalah penyakit sejenis yang disebabkan oleh S. paratyphi A, B dan C keduanya termasuk demam enterik. Gejala keduanya sama namun demam paratifoid lebih ringan (Widoyono,2008).
Sejarah demam tifoid pada tahun 1813 Breteneu pertama kali melaporkan tetang klinis dan anatomis demam tifoid. Kemudian Cornwalls Hewett (1826) melaporkan perubahan patologisnya. Selanjutnya seorang ilmuan dari prancis bernama Piere Louis (1829) memberikan nama typhos berasal dari bahasa yunani yang artinya asap (kabut) karena penderita sering disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai berat (Rampengan,1993).
Demam tifoid penularannya melalui air dan makanan dinyatakan oleh Gaffky dan berhasil membiakan S. typhi pada media kultur pada tahun 1884 (Widoyono,2008). Selanjutnya seorang ilmuan bernama A.pfeifer berhasil menemukan Salmonella sp. di feses penderita, kemudian pada urin oleh Hueppe dan dalam darah oleh R.Neuhausss. Pada waktu bersamaan Widal (1896) berhasil memperkenalkan diagnosis demam tifoid (Rampengan,1993).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6Jv5il4QrYS8puMiOkLXTCG1FoRG6Mr1EgOzcMcIIeviaQcfDWZgRQE1ddLL4sb-YcXRpbxj9ummZVfOOt1J9jqbw0gFZlMP9jdl0gcwIheREszd63U9CCZFsXC3QcR1eIFevMjSZru0/s320/Salmonellaxyz.jpg
http://www.klikdokter.com/uploads/userfiles/demam%20tifoid.JPG

Patogenesis dan Gejala Klinik

Demam tifoid disebabkan oleh S. typhi, dan demam paratifoid disebabkan S paratyphi A, B, dan C. Kuman yang masuk melalui mulut masuk kedalam lambung kemudian ke usus halus di bagian proksimal. Melakukan penetrasi kedalam sel epitel mukosa, selanjutnya masuk ke kelenjar getah bening regional mesentrium dan terjadi bakterimia. S. typhi sampai ke hati, limpa, sum-sum tulang dan gijal. Di organ-organ tersebut S. typhi difagositosis dan disini S. typhi memperbanyak diri tidak terpengaruh oleh antibodi pada penderita. Setelah periode multiplikasi intraseluler, organisme akan dilepaskan lagi ke aliran darah (bakterimia kedua) menyebabkan panas tinggi. S. typhi bila masuk ke kantung empedu dan plaque Peyer akan terjadi radang. Maka terjadi nekrosis jaringan secara klinik ditandai kholesistis nekrotikans dan pendarahan. Diagnosis kultur tinja akan positif dan menyababkan carrier kronik.
Masa inkubasi demam tifoid umumnya 1-2 minggu paling singkat 3 hari dan paling lama 2 bulan. Gejalanya demam tinggi pada minggu ke-2 dan ke-3. Gejala lain yang sering ditemukan nyeri otot, sakit kepela, batuk dan lain-lain. Selain itu dapat dijumpai adanya bradikardia relatif, pembesaran hati dan limpa, bintik Rose sekitar umbilikus. Kemudian terjadi komplikasi antar lain hepatitis dan pendarahan pada usus. Terjadi setelah 1-3 minggu setelah pengobatan dihentikan (Karsinah et al, 1994).






Diagnosis Demam Tifoid

Diagnosis demam tifoid ada beberapa metode yaitu diagnosis klinik, diagnosis mikrobiolgik (kultur) dan diagnosis serologik. Yang merupakan pemeriksaan atau diagnosis gold standart demam tifoid dengan diagnosis mikrobiologik yaitu kultur darah, faeses, urin dan sum-sum tulang penderita demam tifoid (Karsinah et al, 1994). Berikut beberapa pemeriksaan laboratorium :

a. Pemeriksaan Mikrobiologi (kultur)

Metode diagnosis mikrobiologik atau kultur merupakan gold standart untuk diagnosis demam tifoid. Spesifikasinya lebih dari 90% pada penderita yang belum diobati, kultur darahnya positif pada minngu pertama. Jika sudah diobati hasil positif menjadi 40% namun pada kultur sum-sum tulang hasil positif tinggi 90%. Pada minggu selanjutnya kultur tinja dan urin meningkat yaitu 85% dan 25%, berturut-turut positif pada minggu ke-3 dan ke-4. Selama 3 bulan kultur tinja dapat positif kira-kira 3% karena penderita tersebut termasuk carrier kronik. Carrier kronik sering terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak dan lebih sering pada wanita daripada laki-laki (Karsinah et al., 1994).

b. Pemeriksaan Klinik (darah)
a. Hitung lekosit total pada demam tifoid menunjukkan lekopenia, kemungkinan 3.000 sampai 8.000 per mm kubik.
b. Hitung jenis lekosit : Kemungkinan limfositosis dan monositosis (Julius,1990) .
c. Pemeriksaan Serologi
1. Widal test

Merupakan uji yang medeteksi anti bodi penderita yang timbul pada minggu pertama. Uji ini mengukur adanya antibodi yang ditimbulkan oleh antigen O dan H pada Salmonella sp. (Julius, 1990). Hasil bermakna jika hasil titer O dan H yaitu 1:160 atau lebih (Jawezt et al, 2008). Sebagian besar rumah sakit di Indonesia menggunakan uji widal untuk mendiagnosis demam tifoid (Muliawan et al, 1999)

2. IDL Tubex® test

Tubex® test pemeriksaan yang sederhana dan cepat. Prinsip pemeriksaannya adalah mendeteksi antibodi pada penderita. Serum yang dicampur 1 menit dengan larutan A. Kemudian 2 tetes larutan B dicampur selama 12 menit. Tabung ditempelkan pada magnet khusus. Kemudian pembacaan hasil didasarkan pada warna akibat ikatan antigen dan antibodi. Yang akan menimbulkan warna dan disamakan dengan warna pada magnet khusus (WHO, 2003).

3. Typhidot® test

Uji serologi ini untuk mendeteksi adanya IgG dan IgM yang spesifik untuk S. typhi. Uji ini lebih baik dari pada uji Widal dan merupakan uji Enzyme Immuno Assay (EIA) ketegasan (75%), kepekaan (95%). Studi evaluasi juga menunjukkan Typhidot-M® lebih baik dari pada metoda kultur. Walaupun kultur merupakan pemeriksaan gold standar. Perbandingan kepekaan Typhidot-M® dan metode kultur adalah >93%. Typhidot-M® sangat bermanfaat untuk diagnosis cepat di daerah endemis demam tifoid (WHO, 2003).

5.    IgM dipstick test

Pengujian IgM dipstick test demam tifoid dengan mendeteksi adanya antibodi yang dibentuk karena infeksi S. typhi dalam serum penderita. Pemeriksaan IgM dipstick dapat menggunakan serum dengan perbandingan 1:50 dan darah 1 : 25. Selanjutnya diinkubasi 3 jam pada suhu kamar. Kemudian dibilas dengan air biarkan kering.. Hasil dibaca jika ada warna berarti positif dan Hasil negatif jika tidak ada warna. Interpretasi hasil 1+, 2+, 3+ atau 4+ jika positif lemah (WHO, 2003).

Epidemiologi Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik, bersifat endemis dan merupakan masalah kesehatan di Negara berkembang seperti di Indonesia. Terutama dari golongan masyarakat dengan standar hidup dan kebersihannya rendah (Muliawan et al, 1999). Angka kejadian demam tifoid di Indonesia masih sangat tinggi berkisar 0,7% sampai1% menurut data Depkes tahun 1985 (Karsinah et al, 1994).
Makanan dan minuman yang terkontaminasi merupakan transmisi Salmonella sp khususnya S. typhi, carrier pada manusia adalah sumber infeksi. S. typhi bias berada di air, es, debu, sampah kering, dan bila masuk kedalam vehicle yang cocok misalnya daging, kerang dan sebagainya. S. typhi akan berkembangbiak mencapai dosis infektif. Maka perlu diperhatikan faktor kebersihan lingkungan, pembuangan sampah, cara memasak air dan bahan makanan secara benar untuk pencegahan Salmonellosis terutama demam tifoid (Karsinah et al, 1994)
. Komplikasi
Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan sempurna, tetapi bisa terjadi komplikasi, terutama pada penderita yang tidak diobati atau bila pengobatannya terlambat :
  • Banyak penderita yang mengalami perdarahan usus; sekitar 2% mengalami perdarahan hebat. Biasanya perdarahan terjadi pada minggu ketiga.
  • Perforasi usus terjadi pada 1-2% penderita dan menyebabkan nyeri perut yang hebat karena isi usus menginfeksi ronga perut (peritonitis).
  • Pneumonia bisa terjadi pada minggu kedua atau ketiga dan biasanya terjadi akibat infeksi pneumokokus (meskipun bakteri tifoid juga bisa menyebabkan pneumonia).
  • Infeksi kandung kemih dan hati.
  • Infeksi darah (bakteremia) kadang menyebabkan terjadinya infeksi tulang (osteomielitis), infeksi katup jantung (endokarditis), infeksi selaput otak (meningitis), infeksi ginjal (glomerulitis) atau infeksi saluran kemih-kelamin.
Pada sekitar 10% kasus yang tidak diobati, gejala-gejala infeksi awal kembali timbul dalam waktu 2 minggu setelah demam mereda.
Cara penularan penyakit.
Dapat terjadi :
* melalui air untuk kepentingan rumah tangga yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
*Daging,telur dan susu yang berasal dari hewan sakit yang di masak kurang matang.
*makanan & minuman yang berhubungan dengan binatang yang mengandung bakteri salmonella typhi seperti lalat,tikus,kucing dan ayam.
PENGOBATAN

Dengan antibiotik yang tepat, lebih dari 99% penderita dapat disembuhkan.
Antibiotik yang banyak digunakan adalah kloramfenikol Kadang makanan diberikan melalui infus sampai penderita dapat mencerna makanan.
Jika terjadi perforasi usus, diberikan antibiotik berspektrum luas (karena berbagai jenis bakteri akan masuk ke dalam rongga perut) dan mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk memperbaiki atau mengangkat bagian usus yang mengalami perforasi.

Pencegahan
Vaksin tifus per-oral (ditelan) memberikan perlindungan sebesar 70%, namun vaksin ini hanya diberikan kepada orang-orang yang telah terpapar oleh bakteri Salmonella typhi dan orang-orang yang memiliki resiko tinggi (termasuk petugas laboratorium dan para pelancong).
Hindari makan sayuran mentah dan makanan lainnya yang disajikan atau disimpan di dalam suhu ruangan dan pilih makanan yang masih panas atau makanan yang dibekukan, minuman kaleng dan buah berkulit yang bisa dikupas.



KESIMPULAN

Bakteri Salmonella sp. adalah bakteri bentuk batang, gram negatif, hidup dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan (Julius, 1990). Salmonella sp. yang masuk bersama makanan dan minuman yang tercemar akan menyebabkan demam enterik (Jawezt et al, 2008). Demam enterik dapat di kelompokan menjadi dua yaitu demam tifoid atau tipus (typhus) yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi (S. typhi), sedangkan demam paratifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella paratyphi A, B, dan C (S. paratyphi A, B, dan C) .











DAFTAR PUSTAKA

Mikrobiologi dan parasitologi, dr indan enjang,bandung 2001.penerbit PT Citra aditya bakti
Buku penuntun mikrobiologi SMK Terpadu Mega Rezky Makassar
Buku penuntun mikrobiologi Sekolah menengah analis kimia Makassar
Addy Fatmawati,S.Si, Mkes; Dr Andi Tendri pada Mikrobiologi
Jawertz dan Adelberg,Mikrobiologi kedokteran edisi 1
Jawertz dan Adelberg,Mikrobiologi kedokteran edisi 20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar